Pidana!!!! Jika Kendaraan Ditarik Tanpa Putusan Pengadilan

LBH PENKUM RI, – Penarikan kendaraan oleh Debt Colektor dari perusahaan pembiayaan atau leasing kerap menimbulkan konflik di tengah masyarakat.

Hal ini setelah Banyak debitur merasa dirugikan karena kendaraan mereka ditarik secara sepihak tanpa prosedur hukum yang jelas. Padahal, praktik penarikan kendaraan telah diatur secara tegas dalam sejumlah regulasi hukum di Indonesia.

Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menjadi dasar utama bagi pelaksanaan pembiayaan kendaraan bermotor dengan sistem fidusia. Dalam sistem ini, kendaraan yang masih dalam masa cicilan dianggap sebagai objek jaminan fidusia yang bisa dieksekusi jika debitur wanprestasi.

Namun, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 memberikan penegasan penting: leasing tidak bisa menarik kendaraan begitu saja tanpa persetujuan debitur atau tanpa melalui proses pengadilan. Artinya, eksekusi terhadap jaminan fidusia harus dilakukan melalui permohonan kepada pengadilan negeri, kecuali ada kesepakatan antara kedua belah pihak.

Lebih lanjut, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 mewajibkan perusahaan pembiayaan memiliki sertifikat fidusia untuk setiap kontrak pembiayaan. Tanpa sertifikat ini, leasing tidak memiliki dasar hukum kuat untuk mengeksekusi kendaraan.

Pihak kepolisian juga telah mengatur keterlibatannya dalam proses eksekusi melalui Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia. Polisi hanya boleh memberikan pengamanan apabila ada permintaan resmi dan telah memenuhi syarat legal.

Sementara itu, Peraturan OJK (POJK) No. 35 Tahun 2018 juga mengatur tata cara penagihan oleh perusahaan pembiayaan, termasuk larangan melakukan intimidasi atau kekerasan saat menarik kendaraan dari debitur.

Tanggapan Praktisi Hukum

Suhendar SH MM, Praktisi hukum dari LBH PENKUM RI bahkan menegaskan bahwa perbuatan Debt Colektor (DC) menarik kendaraan tanpa putusan pengadilan yang sah merupakan tindakan melawan hukum dan masuk ke ranah Pidana Perampasan.

Debitur harus tahu bahwa leasing tidak bisa sembarangan tarik kendaraan. Harus ada proses hukum. Kalau tidak, itu bisa masuk ranah pidana perampasan,” ujar Suhendar Selasa (6/5/2025).

Masih dikatakan oleh Praktisi Hukum asal LBH PENKUM RI ini bahwa apabila masih ada praktik-praktik seperti itu yang dilakukan oleh DC, menarik tanpa surat eksekusi dan putusan dari Pengadilan, pihaknya siap memerangi dan membela para korban perampasan ini

Jika masih ada praktik-praktik Perbuatan melawan Hukum tersebut, kami dari LBH PENKUM RI siap melawan dan mendampingi para korban perampasan tersebut. 

Ingat, jika memjadi korban perampasan, Laporkan kepada Pihak berwajib. Kami siap mendamping. Tandasnya

Seperti diketahui, Dengan maraknya kasus penarikan kendaraan secara paksa di berbagai daerah, pemerintah dan aparat penegak hukum diminta memperkuat pengawasan dan penindakan terhadap leasing yang melanggar aturan.

Kini menjadi tantangan bersama untuk melawan dan menumpas Gerombolan DC yang berani melawan Hukum dengan melakukan perampasan kendaraan tanpa beralaskan surat eksekusi dan Putusan Pengadilan.

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *